Setelah Kamu Anggap Diri Kamu Sukses, Lalu Apa?

"Menurut kalian orang-orang yang kayak kami ini udah enggak mikirin ke depan bakal jadi apa? Kami juga sama kayak kalian, kami masih mikir juga masa depan kami." ini kata Maudy Ayunda loh (kurang lebih intinya begini/tidak secara harfiah), di salah satu vlognya bareng Boy William. Sekelas Maudy, yang kita rakyat jelata lihat bagai putri segala punya, masih bilang begitu! Apalagi kita, hahahahah. 


Pikiran tentang ke depan bakal jadi apa nanti, jujur ... selalu ada di hati manusia, sesukses apapun dia. 


Karakter rakus sudah mendarah daging, sudah menjadi identitas kita sebagai manusia. 


Tapi tunggu, apa itu beneran murni kerakusan doang? Atau cuma kegalauan biasa? 


Sukses diukur dari apa sih? 


*smirk* Lagi-lagi, mimin bermuara pada "uang". 


Bukan karena mimin ini materialistis atau kapitalis, enggak kok. Tapi iya ... mimin realistis. 


Uang itu salah satu patokan seseorang bisa dibilang sukses, setidaknya dibilang sukses oleh orang lain yang melihat atau mengenalnya. 


Sehabis sekolah, atau saat sedang sekolah, ketika kamu sudah mandiri secara finansial, sudah tidak bergantung pada siapapun, maka kata orang yang mengenal, tahu, atau sekedar melihatmu seolah mandiri secara finansial, kamu akan dikatakan berhasil. 


Kamu bekerja, kamu bisa penuhi kebutuhan kamu sendiri tanpa minta ... ya sudah, kamu akan dicap berhasil atau sukses oleh standar masyarakat kita. 


Jadi bagi kamu yang mandiri finansial, yang sudah setidaknya bisa makan pakai uang hasil kerja sendiri, kamu yang sudah sukses kata orang, selanjutnya apa? 


Apa yang kita kejar dalam hidup? Apa yang kita mau selanjutnya? Apa sukses itu sebetulnya? Di mana muara hidup kita? Kenapa kok selalu merasa ada yang kurang? Kenapa kok selalu ada yang harus dikejar? Bahkan saat uang yang diperoleh itu bisa memenuhi kebutuhan tersier, manusia masih merasa ... ada loh yang masih kurang. 


Rakus? Haduh, mimin juga heran. 


Kalau kita yang paling banter cuma bisa beli barang sekunder, wajarlah kita masih mau ini itu, mau ganti jabatan, mau tambah sumber penghasilan, mau lebih cukup, wajar ya? 


Kenapa manusia sulit sekali hidup di saat sekarang, di hari ini aja tanpa pikir panjang ke depan bakal gimana. Coba hidup dari hari ke hari, bukan bulan ke bulan apalagi tahun ke tahun. Kita mikirin aktivitas kita seharian ini aja, capek loh, apalagi ditambah beban mikirin "gimana tahun depan". 


Manusia selalu sibuk berencana dan khawatir masa depan. Mimin yakin semuanya begini. Label mimin dan temen-temen sama kok, kita semua berlabelkan manusia. Apa yang mimin rasa, setidaknya 80 persen juga temen-temen rasakan, sekalipun kita beda watak, prinsip, dan nilai hidup. 


Sebagian dari temen-temen juga pasti bilang gini ya dalam hati, "ya udah lah ... jalani aja. Bawa santai. Hidup jangan diambil pusing. Serius amat. Syukuri aja. Terpenting itu sehat. Kalau stres bisa cepet mati. Jalani aja udah!" 


Hahahahaha ... bisa ya? 

 



Komentar

Postingan Populer