Sewa Guna Usaha dan Sewa Beli (Leasing) dan Perbedaannya dengan Ijarah


Sewa Guna Usaha (Leasing)
Lease atau leasing berarti sewa-menyewa, namun dalam dunia modern sekarang ini, leasing dipahami sebagai sewa guna usaha. Sewa guna usaha dan sewa menyewa memiliki prinsip yang berbeda baik dalam hal teori, apalagi praktiknya. The Equipment Leasing Associatoin di London, Inggris sebagaimana disitir oleh Amin Widjadja Tunggal dan Arif Djohan Tunggal memberikan definisi leasing yakni suatu perjanjian (kontrak) antara lessor dan lesse untuk menyewa suatu jenis barang modal tertentu yang dipilih atau ditentukan oleh lesse. Hak atas pemilikan barang modal tersebut ada pada lessor, adapun lesse hanya menggunakan barang modal berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam suatu jangka tertentu[7].

Menurut Pasal 1 Ayat (1) Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan No. 122, No. 32, No. 30 Tahun 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing, ditentukan bahwa yang dimaksud dengan leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih (opsi) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang modal yang bersangkutan, atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.

Adapun dalam Pasal 1 angka (9) Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan ditentukan, bahwa perusahaan sewa guna usaha (leasing company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun operating lease untuk digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Berkaitan dengan leasing sebagai suatu kegiatan yang timbul dari perjanjian, maka setiap perjanjian harus memenuhi beberapa unsur sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUPerdata berikut:
  1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian (agreement)
  2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian (capacity)
  3. Mengenai suatu hal tertentu (certainty of terms)
  4. Sebab yang halal (considerations)

Dasar Hukum Sewa Guna Usaha (Leasing)
Sewa guna usaha atau leasing diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia, yakni sebagai berikut:
  1. Pengumuman Direktur Jenderal Moneter Nomor Peng-307/DJM/III.1/7/1974 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Leasing.
  2. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan No. 122, No. 32, No. 30 Tahun 1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
  3. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 649 Tahun 1974 tanggal 6 Mei 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing.
  4. Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 650 Tahun 1974 tanggal 6 Mei 1974.
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 38/MK/IV/1972 tentang Lembaga Keuangan, yang kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Nomor 562/KMK.011/1982.
  6. Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Sewa Beli, Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa.
  7. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan yang diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1256/KMK.00/89.
  8. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 634/KMK.013/90 tentang Pengadaan Barang Modal dan Fasilitas Perusahaan Leasing.
  9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/91 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha atau Leasing.
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172/PMK.03/2002 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 448/KMK.01/2000 tentang Perusahaan Pembiayaan.
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Kegiatan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
  12. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 dan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan.

Macam-macam Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha dibedakan menjadi dua, yaitu financial lease dan operating lease. Berikut merupakan karakteristik sewa guna usaha jenis financial lease:[8]
  1. Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak atau tidak bergerak yang berumur muksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang tersebut.
  2. Barang modal tetap milik lessor sampai berlakunya hak opsi.
  3. Jumlah sewa yang dibayar secara angsuran per bulan meliputi biaya perolehan barang ditambah biaya-biaya lain dan keuntungan yang diharapkan lessor, termasuk bunga.
  4. Besarnya harga sewa dan hak opsi harus menutupi harga barang ditambah keuntungan yang diharapkan
  5. Jangka waktu berlakunya kontrak leasing relatif panjang.
  6. Risiko biaya pemeliharaan, kerusakan, pajak, dan asuransi ditanggung oleh
  7. Kontrak sewa guna usaha tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh
  8. Pada masa akhir kontrak, lessee diberi hak opsi untuk mengembalikan, membeli barang modal tersebut, atau memperpanjang masa kontraknya.
Operating lease disebut juga service lease merupakan jenis sewa guna usaha di mana lessor hanya menyediakan barang modal untuk disewa oleh lessee dengan tanpa adanya hak opsi di akhir masa kontrak. Oleh karena itu, dalam menghitung jumlah angsuran tidak termasuk jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut.[9]

Kontrak Sewa Guna Usaha
Sewa guna usaha memberlakukan jangka waktu perjanjian di dalamnya. Jangka waktu perjanjian ini dimulai sejak saat lessee menerima barang modal sampai dengan perjanjian sewa guna usaha berakhir sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. Jika terjadi kelalaian yang disebabkan oleh lessee, lessor berhak mengakhiri perjanjian sewa guna usaha tersebut. Lesse boleh mengakhiri perjanjian sewa guna usaha dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, misalnya lessee sudah melunasi semua jumlah yang terutang berdasarkan perjanjian sewa guna usaha tersebut, selain dari ada itu, lessee tidak bisa mengakhiri perjanjian sewa guna usaha.

Sebagai lembaga bisnis, sewa guna usaha tidak terlepas dari adanya risiko. Oleh karenanya, dalam transaksi sewa guna usaha, lessor menetapkan beberapa persyaratan dan prosedur tertentu yang harus dipenuhi oleh lessee. Selanjutnya transaksi tersebut diikat oleh suatu perjanjian tertulis yang disebut lease agreement. Pasal 9 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 menentukan hal-hal apa sajakah yang minimal harus dimuat dalam perjanjian sewa guna usaha, yakni sebagai berikut:
  1. Jenis transaksi sewa guna usaha.
  2. Nama dan alamat masing-masing pihak.
  3. Nama, jenis, dan lokasi penggunaan barang modal.
  4. Harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa guna usaha, angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa guna usaha, nilai sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal yang disewakan.
  5. Masa sewa menyewa.
  6. Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa guna usaha yang dipercepat dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee dalam hal barang modal yang disewakan dengan hak opsi hilang, rusak, atau tidak berfungsi karena sebab apapun.
  7. Opsi bagi penyewa dalam hal transaksi sewa guna usaha dengan hak opsi.
  8. Tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewakan.

Ketentuan mengenai Objek Sewa Guna Usaha
Pengumuman Direktur Jenderal Moneter Nomor Peng-307/DJM/III.1/7/1974 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Leasing memberikan pembatasan terhadap barang-barang yang dapat dijadikan objek leasing yaitu:
  1. Barang yang dapat disewa pada prinsipnya harus dimiliki oleh perusahaan leasing di Indonesia dan diambil dari produksi dalam negeri, pengecualian hanya dapat dilakukan dengan Persetujuan Menteri Keuangan setelah mendengar pertimbangan Departemen Teknis yang bersangkutan.
  2. Dalam hal barang-barang yang dilease itu didatangkan dari luar negeri, apabila dianggap perlu, barang tersebut oleh perusahaan leasing yang bersangkutan dapat diekspor kembali setelah jangka waktu berakhir dengan syarat-syarat tersendiri.
Secara umum pelaksanaan, tahapan prosedur, dan mekanisme perjanjian leasing yang dijalankan sebelum objek leasing digunakan atau dimanfaatkan oleh lesse dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Lessee memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran, dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksud.
  2. Lessee mengisi formulir permohonan lessee disertai dokumen-dokumen atau bukti legalitas secara lengkap.
  3. Evaluasi kelayakan kredit oleh lessor untuk memutuskan pemberian fasilitas lease dengan syarat dan kondisi yang disetujui oleh para pihak, setelah itu diikuti dengan penandatanganan perjanjian
  4. Pada saat yang bersamaan dapat disepakati penandatanganan perjanjian penanggungan risiko kerugian (asuransi) akibat kehilangan, kerusakan, atau kecelakaan objek
  5. Pembelian peralatan objek leasing oleh lessor dari
  6. Pengiriman barang kepada lessee oleh perusahaan leasing atau supplier ke lokasi Supplier akan menandatangani perjanjian purna jual dengan lessor untuk mempertahankan dan memelihara kondisi peralatan tersebut.
  7. Penerimaan barang oleh lessee disertai penandatanganan serah terima barang yang diserahkan kepada
  8. Supplier menyerahkan tanda terima, bukti kepemilikan, dan pemindahan kepemilikan kepada
  9. Pembayaran harga peralatan yang disewa oleh lessor kepada
  10. Lessee membayar sewa secara periodik sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.

Perbedaan Sewa Guna Usaha dan Kontrak Lain yang Mirip
Sewa guna usaha berbeda dengan kontrak sewa menyewa sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, perbedaan antara keduanya ialah sebagai berikut:[10]

No.Sewa Guna UsahaSewa-menyewa
1.Merupakan suatu metode pembayaranBukan merupakan suatu metode pembayaran.
2.Lessor berstatus perusahaan, dan menjadi pemilik barang yang disewagunausahakan.Tidak ada pembatasasn statur bagi lessor, dan lessor bisa pemilik atau bukan pemilik dari barang yang disewakan.
3.Objek merupakan barang modal yang biasanya berupa alat-alat produksiObjek berupa segala jenis barang, dapat berupa alat-alat produksi atau barang lain yang tidak habis pakai.
4.Risiko terjadi pada objek sewa guna usaha seluruhnya ada pada lesse. Pada umumnya pemeliharaan pun menjadi kewajiban lesse.  Risiko yang terjadi pada objek sewa menyewa ada pada lessor. Demikian juga masalah pemeliharaan, menjadi kewajiban lessor.
5.Imbalan jasa yang diterima lessor berupa pembayaran secara berkala terhadap harga perolehan barang.Imbalan jasa yang diterima lessor adalah berupa uang sewa.
6.Jangka waktu sewa guna usaha (umur pemakaian barang modal) ditentukan atau (diutamakan).Jangka waktu sewa menyewa bisa terbatas atau tidak terbatas (tidak dipersoalkan).
7.Kewajiban lesse untuk membayar imbalan jasa tidak berhenti atau berkurang walaupun barang yang menjadi objek perjanjian musnah ataupun lessee belum menikmati kegunaan barang modal tersebut.Kewajiban lessee hanya ada jika lessee bisa menikmati barang yang disewa. Apabila barang yang disewa musnah, maka sudah barang tentu lessee sudah tidak lagi membayar sewa atas barang yang disewa tersebut.

Penyusun memahami poin nomor tujuh di atas sebagai metode pembayaran pada leasing. Artinya bahwa, pembayaran leasing tidak tergantung pada kinerja objek sewa, tetapi tergantung pada lamanya waktu sewa. Adiwarman dalam bukunya menyebut Metode sebagai non continent to performance.[11]

Jenis perjanjian lainnya yang mirip dengan sewa guna usaha (leasing)adalah sewa beli (hire/lease purchase), yakni kontrak sewa sekaligus beli. Kontrak sewa beli berkembang pada masa sekarang, serta merupakan variasi dari sewa guna usaha (leasing). Perkembangannya diperlukan karena kebutuhan di dalam praktik. Pada prinsipnya sewa beli ialah jual beli yang dilakukan dengan cara pembayaran dilakukan secara angsuran. Dalam kontrak sewa beli ini, perpindahan kepemilikan terjadi selama periode sewa secara bertahap. Bila kontrak sewa beli dibatalkan, hak milik barang terbagi antara milik penyewa dan milik yang menyewakan. Berikut perbedaan antara sewa guna usaha dan sewa beli.[12]

No.Sewa Guna UsahaSewa Beli
1.Merupakan kegiatan lembaga pembiayaan.Bukan merupakan kegiatan lembaga pembiayaan.
2.Masa sewa guna usaha ditentukan sesuai dengan umur ekonomis barang modal.Masa sewa beli tidak memperhatikan umur ekonomis atas barang yang diperjualbelikan.
3.Lessee menjadi pemilik barang modal hanya jika hak opsinya digunakan pada akhir masa kontrak.Lesse otomatis menjadi pemilik barang setelah angsuran terakhir dibayar lunas (diakhir masa kontrak).
4.Bentuk perusahaan ialah badan hukum.Bentuk perusahaan bukan badan hukum, misalnya hanya supplier.
5.Biaya bunga ialah bunga ditambah margin.Biaya bunga tinggi.
6.Objek barang leasing barang bergerak dan tidak bergerak.Objek barang hanya barang bergerak
7.Besarnya pembiayaan bisa mencapai 100%Besarnya pembiayaan paling tinggi sebesar 80%.

Selain dipersamakan dengan sewa-menyewa dan sewa beli, sewa guna usaha atau leasing juga dipersamakan dengan ijarah. Hal ini dikarenakan dalam leasing mengandung unsur sewa menyewa, begitu pun dalam akad ijarah. Padahal leasing dan ijarah jelas berbeda. Salah satu perbedaan yang mencolok ialah dari segi objek sewa, pada ijarah objek sewa bisa berupa manfaat tenaga kerja manusia, sedangkan pada leasing, objek sewa hanya terbatas pada barang. Perbedaan antara keduanya, secara lebih rinci, bisa dilihat dalam bagan berikut ini.[13]

No.Sewa Guna UsahaIjarah
1.Objek: barang sajaObjek: barang dan jasa.
2.Methods of payment: not contingent to performance. Methods of payment: contingent to performance and not contingent to performance.
3.Perpindahan kepemilikan (transfer of title)
Operating lease: no transfer of title.
Financial lease: option to buy or not to buy at the end of period.
Perpindahan kepemilikan(transfer of title):
Ijarah: no transfer of title.
IMBT: promise to sell or hibah at the beginning of period.
4.Hire/lease purchase (sewa beli) Ok.Hire/lease purchase (sewa beli): bentuk leasing seperti ini haram karena akadnya gharar. 

Objek Sewa Beli
Objek sewa beli memang terbatas, sebagaimana Pemerintah juga memberikan batasan terhadap barang-barang yang dapat menjadi objek perjanjian sewa belimelalui Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi Nomor 34/KP/II/1980 tentang Perizinan Kegiatan Usaha Sewa beli (hire/lease purchase), jual beli dengan angsuran, dan sewa (renting), Pasal 2 menyatakan:
  1. Barang-barang yang boleh disewabelikan dan dijualbelikan dengan angsuran adalah semua barang niaga tahan lama yang baru dan tidak mengalami perubahan teknis, baik berasal dari produksi sendiri ataupun perakitan (assembling) lainnya di dalam negeri kecuali apabila produksi dalam negeri belum memungkinkan untuk itu.
  2. Barang-barang yang boleh disewakan (renting) adalah semua barang niaga tahan lama dan yang tidak mengalami perubahan teknis, baik berasal dari produksi sendiri ataupun perakitan (assembling) lainnya di dalam negeri kecuali apabila produksi dalam negeri belum memungkinkan untuk itu.
  3. Pengecualian hanya dapat dilakukan oleh persetujuan Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya.

Komentar

Postingan Populer