Kritik untuk Omnibus Law Klaster Ketenagakerjaan: Pemerintah Pakai Tumbal



Mimin ikutan bahas Omnibus Law juga nih akhirnya, bukan karena mimin mau bahas ini, tapi mimin dituntut paham :'( 

Mimin rencana bahas empat hal saja tentang omnibus law: 
  1. Klaster ketenagakerjaan
  2. Perizinan
  3. Sanksi 
  4. Simpulan/urgensi dari adanya undang-undang ini itu apa? Kenapa kok keukeuh banget ingin diaplikasikan
Kita bahas satu per satu. Pertama di post yang satu ini, mimin bakal bahas ketenagakerjaan dulu. Klaster ini mimin anggap paling kontroversial di omnibus law. Dia mengusik kedamaian Undang-undang Ketenagakerjaan di bagian ... waktu istirahat dan cuti, upah, uang penggantian hak/pesangon, PHK, status kerja (PKWT/PKWTT), jam kerja, tenaga kerja asing, dan jaminan pensiun. 

Omnibus Law berani loh mengeksploitasi pekerja atau katakanlah menambah jam kerja mereka menjadi 8 jam dalam 6 hari kerja, katanya sih tergantung sifat pekerjaannya. Jenis pekerjaan yang seperti apa toh? Tidak dijelaskan dalam omnibus law tentunya, kita perlu tunggu peraturan pelaksananya. Kalau betul sah aturan ini, maka pengusaha enak dong. Mereka bisa tambah jam kerja pekerjanya tanpa dihitung lembur! Jam kerja ditambah, jam lembur juga ditambah (lembur menjadi 4 jam per hari dan 18 jam per minggu). Sudah jatuh tertimpa tangga pula para pekerja ini, bisa-bisa satu minggu penuh kita bekerja untuk perusahaan seorang tanpa istirahat. 

Dalam Undang-undang ketenagakerjaan, pekerja diberi hak cuti panjang. Cuti ini dapat diajukan di tahun ketujuh dan kedelapan, masing-masing paling sebentar itu dua bulan. Sementara omnibus law menghapus aturan ini dan digantungkan kepada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Mending kalau perusahaan menggunakan perjanjian kerja bersama (perjanjian yang dibuat antara buruh dan perusahaan, biasanya diinisiasi oleh adanya serikat buruh di perusahaan tersebut), tapi kalau perusahaan pakai peraturan perusahaan, bisa melaratlah para pekerja. Bisa tidak ada itu yang namanya cuti panjang. 

Yang paling parah yang mimin lihat menurut observasi miskin mimin adalah pesangon PHK. Intinya jatah pesangon ini dikecilkan oleh pemerintah dengan alasan karena akan ada jaminan kehilangan pekerjaan dari pemerintah. Menurut pemerintah itu adalah program ideal, karena disertai juga pendampingan supaya dapat pekerjaan baru. Dari sudut pandang mimin yang dangkal sekalipun, pemikiran ini salah dong. Program baru jarang yang berhasil pak. Program jaminan kehilangan pekerjaan ini belum tentu sukses dan meningkatkan kesejahteraan buruh. Mending kalau sukses, buruh selamat, pengusaha apalagi, kalau gagal? Ya buruh yang jadi tumbal, pengusaha lempar tanggung jawab ke pemerintah. 

Status kerja juga kena imbas. Tahu dong ya kalau PKWT itu paling lama 3 tahun, dan kalau lebih dari 3 tahun masih dipekerjakan juga maka yang bersangkutan berhak diangkat menjadi pegawai tetap. Tapi di omnibus law, peraturan itu menjadi tidak ada, artinya pengusaha bisa mengontrak pekerja sesuka dia tanpa dibatasi waktu. Meskipun keuntungan finansial yang diperoleh antara pekerja kontrak dan tetap sama saja, tapi yang namanya pekerja tetap pasti akan dapat privilege tertentu dong ya. Jadi baiknya PKWT ini diatur sesuai dengan aturan yang sudah ada saja deh, jangan mau diutak-atik oleh omnibus law. 

Tenaga kerja asing juga bisa masuk dengan hanya "rencana penggunaan TKA," jadi tanpa ribet izin ini itu (salah satunya tidak perlu ada "izin memperkerjakan TKA"). Cukup satu izin, masuklah mereka. 

Terakhir tentang upah per hasil dan per jam. Yang satu ini mimin kurang paham tujuan dan maksudnya apa!? PKWT tanpa jangka waktu dan upah per hasil/ per jam ini untuk tenaga kerja fleksibel? Agar pengusaha bisa nyaman merekrut dan memecat pekerja sesuai kebutuhan pribadi perusahaan? Mimin heran, apakah yang buat peraturan ini tidak pernah jadi pekerja? Apakah mereka tidak pernah merasakan betapa melaratnya pekerja, apalagi kalau pekerja diombang-ambing nasibnya oleh peraturan seperti ini. 

Omnibus law memberikan ketidakjelasan terhadap kesejahteraan pekerja. Bukannya pekerja semakin nyaman dengan adanya omnibus law, melainkan mereka semakin diperas bak sapi perah, dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh pengusaha.

Dunia usaha memang akan semakin segar dengan adanya omnibus law ini, tapi pekerja yang jadi tumbal. 

Mimin belum terlalu mendalami materi ini. Jika mimin ada keliru atau kurang dalam pembahasan, teman-teman boleh bagi pendapatnya di sini. Mimin tunggu komentar, masukan, atau apa saja deh dari teman-teman :)     

Selanjutnya mimin akan bahas rencana peraturan pelaksana dari Undang-undang ini. Suatu undang-undang yang sudah disahkan belum dapat diaplikasikan sebelum ada peraturan pelaksananya. Jadi setelah bulan Oktober tersebut, kita harus tunggu dulu misalnya peraturan pemerintah/peraturan turunan lain dari Omnibus Law khususnya terkait ketenagakerjaan. Sebelum ada peraturan pelaksana, kita masih menggunakan Undang-undang Ketenagakerjaan. 

Komentar

Postingan Populer