Prinsip Utmost Good Faith dalam Asuransi: Dengan Contoh Kasus



Tuan A mengansuransikan jiwanya dengan membeli polis asuransi jiwa dari PT Asuransi Jiwa Maju. Risiko yg dijamin adalah risiko kematian karena sakit, kecelakaan, dan juga risiko sakit. Uang/ harga pertanggungan untuk risiko meninggal dunia 500 jt, untuk risiko kesehatan (biaya rumah sakit) 100 jt. Pada saat proses mengasuransikan kpd si tertanggung A, diberikan oleh agen asuransi SPAJ (Surat Permohonan Asuransi Jiwa) yg wajib diisi dan dijawab sejumlah pertanyaan oleh tertanggung A. Dlm menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, termasuk pertanyaan mengenai riwayat kesehatan telah dijawab, dan dengan jawaban kesehatannya baik, tidak pernah menjalani perawatan. Periode perjanjian asuransi 15 tahun, dimulai dari tgl 1 Jan 2019. Pada tanggal 29 feb 2020, tertanggung A sakit dan dirawat di RS selama 10 hari, kemudian meninggal dunia. Istri dri tuan A sebagai ahli waris mengajukan klaim atas manfaat polis asuransi yg dimiliki oleh suaminya. Setelah diverifikasi oleh bagian klaim PT Asuransi Jiwa Maju, klaim ditolak dengan alasan bahwa menurut diagnosa dan catatan medis dari dokter, penyakit hipertensi dan diabetes telah diderita oleh tuan A sejak empat tahun yg lalu.

Pertanyaan: buat analisis terhadap kasus ini, apakah klaim ini seharusnya dibayar oleh perusahaan atau apakah penolakan klaim tsb sdh tepat menurut analisa sdr?

Jawaban:
The Principle of Utmost Good Faith wajib diterapkan dalam setiap kontrak jual beli antara nasabah pembeli polis dan perusahaan asuransi selaku penyedia produk. Prinsip Niat Baik mewajibkan kedua belah pihak untuk saling jujur dan terbuka satu sama lain sejak awal, sebelum jual beli dilakukan. Misalnya, ketika mengisi formulir asuransi kesehatan, perusahaan asuransi akan menanyakan apakah si tertanggung menderita sakit tertentu dalam beberapa waktu terakhir. Mengikuti Prinsip Niat Baik, nasabah harus menjawab pertanyaan itu sejujur-jujurnya.

Pelanggaran terhadap prinsip utmost good faith seringkali terkait dengan: 
  • on-disclosure atau tidak mengungkapkan - 
  • lupa mengungkapkan fakta material[1] dengan tidak sengaja atau karena pihak yang bersangkutan berpikir fakta tersebut tidaklah penting, dan 
  • concealment atau menutupi secara sengaja sebuah fakta material. 
Ketika terjadi pelanggaran tersebut, polis asuransi menjadi tidak sah bagi pihak yang melakukannya. Perusahaan asuransi dapat menolak kewajiban yang tertera dalam kontrak seperti menolak membayarkan klaim atau uang pertanggungan seperti tertulis dalam polis.

Penting sekali bagi nasabah asuransi untuk jujur mengenai kondisi kesehatannya (pre-existing condition). Karena jika tidak jujur, maka perusahaan asuransi berhak menolak klaim yang diajukan.

Dalam persyaratan pembelian polis, yakni dalam pengisian Surat Permohonan Asuransi Jiwa (SPAJ) sebenarnya pihak asuransi sudah meminta itikad baik nasabah untuk mengungkapkan informasi kesehatan tertanggung sejelas-jelasnya.

Di dalam polis, perusahaan asuransi menetapkan ketentuan bahwa:
Dalam hal pemberian keterangan, pernyataan, atau penjelasan dalam Surat Permintaan Asuransi Jiwa/Kesehatan dan/atau Formulir Permintaan Asuransi Untuk Data Calon Tanggungan dan/atau perubahannya yang diajukan Pemegang Polis, terdapat unsur penipuan dan/atau pemalsuan maka Penanggung mempunyai hak untuk menyanggah kebenaran Polis setiap saat sehingga berhak untuk membatalkan Pertanggungan.”

Di dalam pasal 251 KUHD dikatakan bahwa tertangung harus memberitahukan semua keadaan yang diketahui mengenai benda pertanggungan. 

Juga, di dalam pasal 281 KUHD dikatakan bahwa kalau prinsip itikad baik tidak ada, maka pengembalian premi tidak dapat dilakukan. 

Pasal 251 dimaksudkan agar penanggung dapat mengetahui berat ringannya risiko yang akan/telah dibebankan kepada tertanggung, sebab benda pertanggungan itu milik tertanggung dan dikuasai oleh tertanggung.

PASAL 251 KUHD:
Semua pemberitahuan yang keliru atau tidak benar, atau semua penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung, meskipun dilakukannya dengan itikad baik, yang sifatnya sedemikian, sehingga perjanjian itu tidak akan diadakan, atau tidak diadakan dengan syarat-syarat yang sama, bila penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari semua hal itu, membuat pertanggungan itu batal.”

PASAL 281 KUHD:
Dalam segala hal di mana perjanjian pertanggungan untuk seluruhnya atau sebagian gugur, atau menjadi batal, dan asalkan telah bertindak dengan itikad baik, penanggung harus mengembalikan preminya, baik untuk seluruhnya atau sebagian yang sedemikian untuk mana Ia belum menghadapi bahaya.”


[1] Adalah keterangan-keterangan penting mengenai objek pertanggungan dan risiko-risiko yang akan dialihkan dari Tertanggung kepada Penanggung, keterangan-keterangan tersebut diperlukan penanggung untuk menetapkan kebijakan akseptasi, penetapan tarif premi dan menyusun syarat-syarat pertanggungannya.

Komentar

Postingan Populer