Perbedaan Kedudukan Agen Asuransi dan Pialang/ Broker Asuransi

Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, “Agen Asuransi adalah orang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha, yang bertindak untuk dan atas nama Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah dan memenuhi persyaratan untuk mewakili Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariah memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah”. Agen asuransi wajib terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dari definisi ini, disimpulkan bahwa ketika seorang calon tertanggung ingin membeli produk asuransi dari sebuah perusahaan asuransi, maka yang berkomunikasi dengan calon tertanggung adalah agen asuransi. Selain itu, agen asuransi akan menjadi perantara terjadinya kesepakatan antara tertanggung dan perusahaan asuransi (penanggung) yang nantinya akan diatur dalam sebuah perjanjian asuransi. Agen asuransi berbeda dengan agen pada umumnya. Sesuai dengan namanya, agen asuransi hanya dapat menjadi agen khusus untuk asuransi dan dari satu perusahaan asuransi. 

Seharusnya semua tindakan agen asuransi yang berkaitan dengan transaksi asuransi menjadi tanggung jawab perusahaan asuransi yang diageni. Namun dalam putusan Mahkamah Agung RI sengketa hubungan industrial register Nomor 467 K/Pdt.Sus-PHI/2015 dalam pertimbangannya menyatakan bahwa: “agen asuransi bukanlah seorang pekerja bagi perusahaan.” Hubungan hukum yang terjadi adalah hubungan kerjasama dan tunduk pada Pasal 1338 jo. Pasal 1320 KUHPerdata dan tidak tunduk pada Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Karena itu kedudukannya dengan perusahaan asuransi adalah sejajar dan tunduk pada KUHPerdata. Tanggung jawab perusahaan asuransi terhadap apa yang dilakukan oleh agen bergantung pada bagaimana isi dari perjanjian keagenan di antara keduanya.

Ikatan hubungan kerja (karyawan) antara agen dan perusahaan tidak ada. Sudah dijelaskan pula dalam UU Perasuransian dan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999, agen asuransi adalah seseorang yang bekerja sendiri atau bekerja pada badan usaha (dalam arti hubungan kemitraan atau kerjasama) yang kegiatannya memberikan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung. 

Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan mengatur “hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah”. Seorang agen asuransi tidak memenuhi unsur tentang hubungan kerja tersebut, sehingga agen asuransi secara jelas tidaklah termasuk kedalam lingkup hubungan industrial.

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (“SEMA 7/2012”) juga mengatur: “Agen bukan merupakan pekerja sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2004 karena tidak menerima upah.”

Pialang asuransi adalah “orang yang bekerja pada perusahaan pialang asuransi dan memenuhi persyaratan untuk memberi rekomendasi atau mewakili Pemegang Polis, Tertanggung, atau Peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim.” Sementara perusahaan pialang asuransi adalah “perusahaan jasa konsultasi dan/atau keperantaraan dalam penutupan asuransi atau asuransi syariah serta penanganan penyelesaian klaimnya dengan bertindak untuk dan atas nama pemegang polis, tertanggung, atau peserta.” Berdasarkan pasal 27 UU Perasuransian, pialang asuransi juga wajib terdaftar di OJK.

Demikian pialang asuransi adalah profesional jasa konsultasi asuransi yang telah memperoleh izin dari OJK dan bekerja pada perusahaan pialang asuransi. Pialang Asuransi adalah badan yang menjadi perantara seseorang untuk memilih perusahaan asuransi, penutupan asuransi, hingga saat penyelesaian klaim asuransi. Pialang Asuransi tidak terikat atau tidak berada dibawah kendali suatu perusahaan asuransi. Tetapi meski demikian, perusahaan pialang asuransi tetap bertanggungjawab atas tindakan pialangnya.

Komentar

Postingan Populer