"Kontroversi" Kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha di Indonesia
sumber gambar: PPI Taiwan
- KPPU Sebagai Lembaga Administratif
KPPU lebih merupakan lembaga administratif
karena kewenangan yang melekat padanya adalah kewenangan administratif,
sehingga sanksi yang dijatuhkan merupakan sanksi administratif juga. KPPU
diberi status sebagai pengawas pelaksanaan UULPM yang independen dan terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pihak lain.[1] KPPU
ialah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.[2]
Namun pembentukannya dianggap menimbulkan overlapping kewenangan. Konflik
kewenangan antar komisi dan lembaga negara potensial terjadi.[3]
Misalnya, bukan tidak mungkin akan terjadi konflik kewenangan antara KPPU dan
pengadilan.
- Lembaga Negara Menurut Hans Kelsen
Hans Kelsen menganggap negara sebagai suatu
badan hukum atau recth persoon yang mempunyai hak dan kewajiban, oleh
karenanya problema negara harus diselesaiakan dengan cara normatif. Negara
adalah badan hukum tertinggi. Pandangan Hans Kelsen sangat mengutamakan
normatif dan orientasinya selalu menuju negara hukum (rechtstaat).
Negara berwenang untuk membentuk hukum (mengatur).[4] Mengenai persoalan state auxiliary institution, seperti halnya KPPU,
Hans Kelsen mengatakan bahwa “Whoever fulfils a function determined by
legal order is an organ.” Artinya siapa saja yang melaksanakan suatu fungsi
yang ditentukan tatanan hukum adalah suatu organ.[5]
Fungsi-fungsi yang dijalankan oleh organ atau
lembaga negara di antaranya berkarakter dapat memproduksi norma (a norm
creating) dan penerapan norma (a norm applying). Wujud dari hal
tersebut ialah eksekusi sanksi hukum, KPPU dapat menerapkan sanksi bagi pelaku
usaha pelanggar UULPM dan berwenang dalam penegakan hukum persaingan usaha.
Karena itu, kedudukan KPPU menurut pandangan Hans Kelsen ialah organ/ lembaga
negara yang berwenang pula dalam penegakkan hukum jika memang peraturan
perundang-undangan mengamanatkannya.
- Kewenangan KPPU Dalam Quasi Judicial (Semi Pengadilan)
KPPU tidak termasuk ke dalam kekuasaan
kehakiman.[6]
Meski demikian, KPPU memiliki kewenangan melaksanakan quasi judicial, meliputi
kewenangan yang dimiliki oleh lembaga peradilan, yaitu penyidikan, penuntutan,
memeriksa, mengadili, hingga memutus perkara persaingan usaha pada tingkat
pertama. KPPU dapat mengeluarkan putusan dan penetapan dalam penegakan hukum
persaingan usaha (a norm applying) juga mengeluarkan peraturan
perundang-undangan terkait persaingan usaha (a norm creating).[7]
Meski KPPU memiliki kewenangan independen dalam melaksanakan quasi
judicial, tetapi KPPU tetap harus
ada koordinasi dengan pihak penegak hukum lain. Seperti penyelidikan
yang dilakukan KPPU tidak termasuk dengan penggeledahan, karena harus meminta
surat izin penggeledahan dari kepolisian. Putusan KPPU dianggap sebagai subyek
pemeriksaan pada Pengadilan Negeri, sehingga eksekusi putusan dan pengajuan
keberatan terhadap putusan harus memiliki surat penetapan eksekusi dari
Pengadilan dan harus diajukan ke Pengadilan Negeri.[8]
Hakim Agung Syamsul Maarif menjelaskan bahwa
peranan pengadilan dalam penegakan hukum persaingan ialah menerima gugatan
perkara biasa. Di Amerika Serikat, gugatan perkara biasa disebut private action. Hukum persaingan itu
bukan hukum perdata murni, tapi lebih merupakan hukum publik. Hakim-hakim di
Indonesia diakui saja memang kurang memahami aspek ekonomi. Dampak persaingan
itu tidak melulu faktual, tapi harus dilihat juga potensinya, inilah yang sulit
dibuktikan.[9]
KPPU dan lembaga peradilan memiliki hubungan check and balances. KPPU adalah lembaga quasi pengadilan atau semi pengadilan (quasi judicial).[10]
- Pengadilan Niaga dan Sengketa Persaingan Usaha
Pasal 25 ayat (2) Undang-undang Kekuasaan
Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa peradilan umum berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata, termasuk juga
perkara perdata khusus. Karena itu hukum persaingan usaha yang bersifat khusus
seharusnya diperiksa di pengadilan yang bersifat khusus juga, dalam hal ini
pengadilan khususnya adalah pengadilan niaga.[11]
Mantan Hakim Agung Susanti Adi Nugroho
mengatakan bahwa pengadilan negeri sebagai peradilan umum dinilai kurang tepat
menjadi yurisdiksi yang ditunjuk memeriksa keberatan atas keberatan putusan
KPPU. Hal ini dikarenakan kurangnya pengertian dan kesulitan dalam memeriksa
dan memutus sengketa persaingan usaha yang kompleks sehingga acapkali putusan
yang dijatuhkan menjadi bias. Susanti lebih condong pada Pengadilan Niaga untuk
yurisdiksi tersebut.[12]
- Peradilan Tata Usaha Negara dan Sengketa Persaingan Usaha
Tetapi secara asas, upaya keberatan tersebut harusnya ditangani oleh yurisdiksi peradilan tata usaha Negara, lantaran kedudukan
KPPU sendiri dalam sistem ketatanegaraan ialah sebagai lembaga kuasi negara
yang prinsipnya menjalankan administrasi negara.[13] Namun
kewenangan KPPU sebagai lembaga penegak UULPM di Peradilan Tata Usaha Negara
juga ditolak.[14]
- Pengadilan Negeri dan Sengketa Persaingan Usaha
Namun kontroversi lainnya juga muncul, yakni
terhadap kasus persekongkolan tender saham Indomobil (2002), di mana delapan
pelaku usaha yang dinyatakan bersalah dalam putusan KPPU mengajukan keberatan
ke Pengadilan Negeri yang berbeda-beda sesuai kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Pada kasus ini, kompetensi relatif pengadilan
dipertanyakan sedemikian hebatnya. Keadaan ini menimbulkan ketidakpastian hukum
khususnya dalam upaya penegakan hukum persaingan usaha.[15]
Gugatan keberatan terhadap putusan KPPU
diajukan di Pengadilan Negeri (PN) yang wilayah hukumnya meliputi tempat
kedudukan hukum usaha pelaku usaha tersebut. Ini berbeda dengan pengajuan
gugatan perdata pada umumnya, dimana gugatan dilakukan di pengadilan di tempat
tinggal tergugat (actor sequitur forum
rei) sesuai dengan Pasal 118 ayat (1) HIR. Asas actor sequitur forum rei tidak dapat diterapkan dalam pengajuan
keberatan terhadap putusan KPPU, sehingga domisili hukum KPPU tidak menjadi
syarat untuk menentukan kompetensi relatif PN dalam perkara keberatan.[16]
- Status Pegawai KPPU
Persoalan terkait status pegawai KPPU, Kelsen
mengatakan bahwa “he is an organ because and is so far as he performs a law creating or law appying action.”[17] Contoh hakim adalah lembaga negara dalam arti
sempit karena seorang hakim dipilih dan ditunjuk sesuai fungsinya. Hakim harus
bertugas sesuai jabatannya secara profesional dan berhak menerima pembayaran reguler atau gaji dari negara (keuangan
negara).[18]
Kekayaan negara berasal dari pendapatan negara (the state as subject as
property is the fiscus), pendapatan negara bersumber dari impost dan
taxes yang dibayar oleh warga negara.[19]
Sekretariat KPPU sebagai pendukung kelancaran
pelaksanaan tugas KPPU sampai saat ini tidak termasuk dalam jabatan
pegawai negeri dan belum ada penyetaraan eselonisasi. Hal itu berdampak pada
sistem pendukung KPPU yang tidak terintegrasi dengan sistem kelembagaan dan
kepegawaian nasional, padahal pembiayaan operasional KPPU bersumber dari APBN.[20]
Hal
tersebut juga berdampak terhadap tidak jelasnya rekrutmen dan status pegawai,
pembinaan karir, serta tidak tepatnya kedudukan Sekretaris KPPU selaku lembaga
pendukung administrasi dan teknis. Apabila hal ini terus dibiarkan, Sekretariat
KPPU akan ditinggalkan pegawai satu per satu karena pegawai sekretariat akan
diperlakukan sebagai pegawai honorer meskipun telah bekerja lebih dari 10 tahun
di KPPU.[21] Oleh karenanya, ada banyak pegawai KPPU memilih resign lantaran
status mereka sebagai pegawai tidak jelas. Bekerja seperti menjadi pengacara di
bidang hukum persaingan usaha lazim dilakukan para mantan pegawai KPPU yang
telah lama mengabdi baik sebagai staf pada jabatan struktural maupun jabatan
fungsional selaku investigator.[22] Jika
berdasarkan pandangan Hans Kelsen, seharusnya pegawai di organ/ lembaga negara
mendapatkan upah dari negara, atau menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Demikian kedudukan KPPU dalam penegakan
persaingan usaha. Diperlukan kejelasan terkait status pegawai KPPU dan hukum
acara persaingan usaha.
[1]
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan
Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” Mimbar
Hukum, Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 531.
[2]
Retno Mawarini Sukmariningsih, “Penataan Lembaga Negara Mandiri dalam Struktur
Ketatanegaraan Indonesia”, Mimbar Hukum,
Volume 26, Nomor 2, 2014, hlm. 201.
[3] Ibid.,
hlm. 203.
[4]
Imam Suhadi, “Hukum dan Kekuasaan”, Jurnal
Hukum, Volume 3, Nomor 6, 2000, hlm. 45.
[5] Ibid.,
hlm. 192
[6]
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan
Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” Mimbar
Hukum, Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 530.
[7] Lihat Pasal 35 huruf a, b, c, d
tentang tugas KPPU dan Pasal 36 huruf a sampai l tentang wewenang KPPU, dan
dipertegas lagi oleh Keppres Nomor 75 Tahun 1999.
[8]
Luthfiya Nazla Marpaung, “Independensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
sebagai Lembaga Pengawas Persaingan Usaha Berdasarkan Tinjauan Yuridis
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999)”, Jurnal, Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara, 2018, hlm. 20.
[9]
Syamsul Maarif, “Workshop Hakim: Peranan Pengadilan dalam Penegakan Hukum
Persaingan (1)” diakses dari http://www.kppu.go.id/id/blog/2013/05/workshop-hakim-peranan-pengadilan-dalam-penegakan-hukum-persaingan-1/
tanggal 10 November 2019.
[10] Luthfiya
Nazla Marpaung, Op cit., hlm. 21.
[11]
Alum Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan
Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” Mimbar
Hukum, Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 532.
[12] Nanda
Narendra Putra, “Mau Dibawa ke Mana Upaya Keberatan atas Putusan KPPU?”,
diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59bcd106a1fdd/mau-dibawa-ke-mana-upaya-keberatan-atas-putusan-kppu/
tanggal 10 November 2019.
[13] Ibid.
[14]
Alum Simbolon, “Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Penegakan Hukum
Persaingan Usaha,” Mimbar Hukum,
Volume 20 Nomor 3, 2008, hlm. 470.
[15]
Hikmahanto Juwana, dkk, Peran Lembaga
Peradilan Dalam Menangani Perkara Persaingan Usaha, (Makasar: Universitas
Hasanudin, 2003).
[16]
Andi Fahmi Lubis, dkk, “Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks”,
(Jakarta: Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH,
2009), hlm. 336.
[17] Alum
Simbolon, “Kedudukan Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha Melaksanakan
Wewenang Penegakan Hukum Persaingan Usaha,” Mimbar
Hukum, Volume 24, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 193.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20]
Nanda Narendra Putra, “Menutup Kisah KPPU yang Ditinggal Pergi Para Karyawan”,
diakses dari https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59911ac296e92/menutup-kisah-kppu-yang-ditinggal-pergi-para-pegawai
pada tanggal 11 November 2019.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
conluhysbu Robert Jackson link
BalasHapusottirdicom