Gold or Fiat Money?

Mata uang memang relatif stabil manakala nilainya masih disandarkan pada emas.
Sejak zaman nabi Muhammad hingga dinasti Utsmaniyah hanya dikenal uang emas dan perak, uang kertas tidak dikenal sama sekali. Maka akan menarik jika kita kaji lagi, mungkinkah uang emas dihidupkan kembali? Apa pula plus minusnya dalam konstelasi dunia saat ini?
(Adhiwarman Karim)

Mata uang emas dibentuk dan dicetak pertama kali oleh kekaisaran Romawi dan Persia atau dikenal pula sebagai kekaisaran Byzantium (Leicester, 1990). Pada saat itu, Romawi merupakan kekaisaran adikuasa yang nyaris menguasai dunia. Ibaratkan Amerika di era ini, sebagai negara adikuasa dan yang paling berpengaruh bagi dunia, mata uangnya yakni Dollar Amerika menjadi acuan bagi nilai mata uang negara-negara dunia. Emas pula dahulu dijadikan mata uang yang sah bagi bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab. Saat itu, Rasulullah tidak melarang atau mewajibkan pemakaian mata uang Romawi ini, yang ada malah Rasul Saw hanya mengikuti penduduk Arab dalam pengaplikasian emas sebagai mata uang Arab. Artinya, Rasul menyetujui dan memperbolehkan penduduk Arab menggunakan emas sebagai mata uang resminya. Ini disebut hadis Af’al dan Taqrir. Disamping pekerjaan yang rasul lakukan (hadisaf’al) –menggunakan emas untuk kegiatan perekonomiannya— secara tidak langsung, hal ini pun dianggap sebagai ’taqrir’ yakni persetujuan dari Rasul atau pengesahannya.

Seandainya Rasul memberi ketetapan dengan hadis qauly-nya (sabdanya) bahwa emas wajib dijadikan sebagai mata uang resmi, mungkin hingga kini uang emas masih dicetak dan diedarkan atau mungkin jika dollar lebih menguasai pasar, seluruh umat Islam di dunia akan sangat gigih memperjuangkan uang emas untuk tetap digunakan dan memperjuangkan agar uang kertas (Fiat Money) –Dollar—untuk dimusnahkan.

Penggunaan mata uang emas di zaman Rasul hingga Utsmaniyah mengalami kesuksesan yang gemilang. Hal ini terbukti bahwa Islam saat itu nyaris tidak pernah mengalami inflasi. Inflasi hanya terjadi sebab sesuatu yang bersifat alamiyah (Natural Inflation) misalnya karena berkurangnya persediaan barang di musim perang atau karena kekeringan. Sehingga, umat Islam yang hidup di zaman kontemporer banyak yang merindukan kesuksesan yang berhasil dicapai oleh para pendahulunya. Dan, umat Islam saat ini pada akhirnya hanya dapat bermimpi agar sistem moneter dunia yang berdasarkan kepada fiat money diruntuhkan dan digantikan dengan sistem moneter ala Rasul yang menjadikan emas sebagai acuan mata uang dengan sedikit pembaharuan atau penyesuaian zaman.

What’s Wrong with Fiat Money?
Uang kertas tidak hanya sebagai ‘uang’ yang fungsinya untuk alat tukar (medium of exchange), penyimpan nilai (store of value), dan alat hitung (unit of account). Lebih dari itu, uang kertas nampaknya juga dikenal sebagai penyebab perpecahan, kesengsaraan, kriminalitas, ketimpangan yang lebar antara si kaya dan si miskin, dsb. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno dalam bukunya “di Bawah Bendera Revolusi” bahwa tidak ada perang yang tidak didasari oleh alasan ekonomi (uang). Sangat kompleks dan rumit fenomena yang diakibatkan dari pemakaian uang kertas ini. Sehingga pantas saja jika banyak umat Islam yang semakin rindu akan dihidupkannya kembali emas sebagai mata uang resmi dunia.

Uang kertas sangat rentan sekali mengalami krisis, karena sesungguhnya uang kertas itu hanya sebatas legal tender yakni janji pemerintah yang menganggap bahwa itu adalah uang (Lawrence S. Ritter dan William L. Silbri). Uang kertas hanyalah kertas berwarna yang tidak memiliki nilai apapun dan menjadi penting karena hukum yang ditetapkan oleh pemerintah atas uang ialah sebagai ‘nyawa’ bagi terselenggaranya dan bagi kelancaran kegiatan perekonomian masyarakatnya. Sedangkan idealnya, uang mesti bernilai. Nilai yang dikandung dalam uang mesti senilai dengan nilai barang yang dibeli atau ditukar dengan uang. Uang kertas tidak mampu mempresentasikan fungsinya sendiri. Uang kertas tidak bernilai dan tidak pantas disebut sebagai store of value, uang kertas pula tidak pantas menjadi alat alat tukar karena tidak ada nilai yang dikandung di dalamnya. Mafhumlah kita bahwa uang kertas cacat dan implikasi dari kecacatan ini ialah banyaknya krisis yang terjadi di mana-mana, banyaknya persoalan yang timbul dimana-mana, dsb. Lagi-lagi, ketidak sempurnaan uang kertas sebagai mata uang juga membuat umat Islam banyak yang ‘keukeuh’ dan memaksa agar uang emas bisa digunakan kembali.

How About Gold?
Sekian banyak alasan yang membuat banyak umat Islam ingin agar uang emas digunakan kembali, alasan yang saya paparkan hanya sebagian kecilnya saja. Namun semuanya ini hanya sebatas mimpi di siang bolong, utopis.Impossible jika emas kita tarik kembali keperedaran. Dunia di zaman kontemporer sangat jauh berbeda dengan dunia di zaman kejayaan Islam dulu. Oleh karenanya tidak mungkin kita menyerupakan sistem moneter kita sekarang dengan sistem moneter para pendahulu kita di masa kejayaan Islam dulu. Jumlah emas yang kita miliki di Indonesia sebanyak 78,1 ton dan jumlah uang yang berdar sebanyak 3.861,7 triliun, dan tahukah anda berapa ton emas yang kita butuhkan untuk mewakili jumlah uang yang beredar di Indonesia? Sekitar 8.161,2 ton emas harus dimiliki negara kita. Sanggupkah para pejuang uang emas di Indonesia menjamin ketersediaan 8.161,2 ton emas itu?

8.161,2 ton berbanding 78,1 ton, angkan yang ‘ngeri’ untuk kita sadari. Kengerian ini baru di Indonesia, pertanyakan pula kengerian di Asia Tenggara, di Asia, atau bahkan di Dunia. Berapa banyak emas yang dibutuhkan untuk mewakili mata uang di setiap negara-negara se-dunia? Dari mana kita dapatkan emas itu? Dan, siapa yang sanggup menyiapkannya? Hanya mimpi di siang bolong bukan? Negara mana yang setuju dengan perubahan ini, bahkan negara-negara Arab sekalipun akan menolaknya dan inilah kenyataannya.

Pendapat Ilmuwan Muslim
Ibnu Khaldun, ilmuwan muslim yang terkenal wara’ zuhud, hingga sufi menyatakan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak. Uang yang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah yang menetapkan nilainya. Karena itu pemerintah tidak boleh mengubahnya (Muqadimah 1:407). Senada dengan Ibnu Khaldun, Al-Ghazali juga membolehkan peredaran uang yang sama sekali tidak mengandung emas dan perak asalkan pemerintah menyatakannya sebagai alat bayar resmi (Ihya 4:192) ilmuwan sekelas Al-Ghazali dan Ibnu Khaldun sekalipun lebih cenderung pada pengesahan uang yang tidak mengandung emas (uang kertas) asalkan pemerintah tidak membuat uang kertas itu berfluktuatif/berubah-ubah serta mampu membendung terjadinya inflasi (penurunan nilai mata uang).

Dalam keadaan uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau penurunan harga semata-mata ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran. Setiap barang akan mempunyai harga keseimbangan. Bila lebih banyak makanan dari yang diperlukan di satu kota, harga makanan menjadi murah, Demikian sebaliknya (Muqadimah 2:240).

Adapun inflasi yang rentan sekali dialami oleh mata uang kertas ini disebabkan karena dua hal: berkurangnya persediaan barang (natural inflation) dan kesalahan manusia. Inflais jenis kedua (kesalahan manusia) dapat berupakesalahan yang disebabkan oleh korupsi dan administrasi yang buruk, pajak berlebih, dan jumlah uang yang bererdar (monetary phenomenon). –teori inflasi al-Maqrizi—

Zaman kejayaan Islam, utamanya di zaman Rasul Saw dan Khulafa ar-Rasydin, inflasi jenis kedua ini sangat jarang dijumpai. Pengelola mata uang (Umara) di zaman itu bebas dari KKN, administrasinya baik, pajaknya ‘pas’, dan jumlah emas yang beredar juga mampu dikendalikan. Hal ini terbukti bahwa di zaman itu nilai mata uang emas relatif stabil (satu Dinar mengandung emas 22 karat). Dan, hanya karena natural error, mata uang emas akan mengalami inflasi. Bandingkan dengan keadaan di zaman sekarang. Bebaskah kita dari KKN, sudah optimalkah administrasinya, dan apakah benar jumlah uang yang beredar sekarang sesuai dengan apa yang dibutuhkan masyarakat atau malah berlebih, namun tidak terdistribusi secara merata?! Mungkin saja nasib mata uang emas yang diberlakukan di zaman ini akan serupa dengan nasib mata uang kertas. Selama kita enggan untuk menengok kesalahan manusia (penyebab inflasi jenis kedua), selama itupula inflasi akan terus menggerogoti negeri kita dan dunia, apapun jenis mata uangnya.

Tita NS

Komentar

Postingan Populer