Efektivitas Penegakan Hukum di Indonesia

sumber gambar: Analisis Kontan

Efektivitas hukum merupakan segala upaya yang dilakukan agar hukum yang ada dalam masyarakat benar-benar hidup, artinya hukum tersebut benar-benar berlaku secara yuridis, sosiologis maupun filosofis.
Soerjono Soekanto

Sebagai suatu sistem hukum dari sistem kemasyarakatan, maka elemen hukum mencakup tiga komponen yaitu, legal substance (substansi hukum atau aturan hukum), legal structure (struktur hukum/aparatur penegak hukum) dan legal culture (budaya hukum)
Lawrence M. Friedman

Bertanya mengenai penegakan hukum, maka lihatlah:
  1. Materi hukum yang berlaku di Indonesia? Apakah para pemangku otoritas (pemerintah dan legislatif) sudah menyusun aturan (hukum) yang materinya itu adil bagi semua pihak (tidak mementingkan kepentingan segelintir orang semata) atau malah bobrok (hanya menguntungkan suatu kelompok tertentu)? Legal substance mesti disusun dengan mempertimbangkan kaidah hukum yang berlaku secara yuridis, filosofis, dan sosiologis.
  2. Fasilitas yang didapatkan aparatur negara dan penegak hukum (utamanya hakim), sudahkah layak? Sebab jika tidak layak, para penegak hukum itulah yang justru akan meruntuhkan penegakan hukum di Indonesia. Kita perlu mengkaji alasan mengapa para penegak hukum khususnya hakim banyak melakukan perbuatan melawan hukum, misalnya suap.

“Berikan kepada saya jaksa dan hakim yang baik, maka dengan peraturan yang buruk sekalipun saya bisa membuat putusan yang baik”
Prof. Bernardus Maria Taverne (1874-1944)

.........the quality of justice depends more on the quality of the (persons) who administer the law than on the content of law they administer”.
Prof. Roscoe Pound Harvard legal scholar (1870-1964)

Para Penegak Hukum seperti Polisi, Jaksa, Penasehat Hukum, dan Hakim seharusnya memahami Hukum dalam konteks Moral Reading bukan sekedar Textual Reading.
Ya Tuhan …. Atas namaMu hari ini akan aku baca putusan
Prof. Bismar

Mafia peradilan yang sudah berurat akar (Kompas): 1) Transaksi hukum/perkara; 2) Jual-beli putusan; 3) Calo perkara; 4) Makelar Kasus; dan 5) pemerasan. Berikut kata mereka (para penegak hukum) Diskusi jual beli keadilan, Jakarta, 15-10-2005:


Sekarang ini sulit mencari penegak hukum yang bersih dari praktik suap, apalagi punya peluang (Adi Andoyo)

Tommi Sihotang & Trimedya Panjaitan mengaku:
  • Tanpa uang pelicin, mustahil setiap kasus yang ditangani bisa lancar.
  • Tidak pakai suap mana mungkin kita menang, dan kalau kalah, mana ada yang mau pakai kita lagi.
Dunia hukum kita sedang sakit, bagaimana tidak praktik suap sudah dianggap wajar. Orang berpikir keadilan harus dibeli (Tommi S.)
  • 80 hingga 90 persen kasus yg menang di pengadilan terjadi karena ada deal, sebab tidak ada yang gratis. Perputaran uang panas di lembaga peradilan luar biasa.
Miris memang, pada kenyataannya, para penegak hukum di Indonesia telah menjadi momok yang menakutkan bagi kita, khususnya bagi masyarakat yang kurang paham hukum.
  1. Budaya hukum. Masyarakat yang memahami hukum tentu akan sangat membantu berjalannya proses penegakan hukum. Penduduk se-Indonesia perlu membiasakan diri untuk akrab dengan aturan hukum yang berlaku di Indonesia, sebab hukum adalah acuan bagi mereka dalam bertindak, hukum adalah social engineering. Namun pada kenyataannya, masih banyak masyarakat yang polos akan hukum, bahkan (ironisnya) sudah tidak terhitung jumlah masyarakat yang tahu hukum (aturan) namun secara sengaja malah melanggar hukum (aturan) tersebut. Kultur Hukum (pemikiran) dapat menjembatani antara peraturan dengan tingkah laku yang diharapkan (Lawrence M. Friedman). Berl Kutschinky berpendapat bahwa budaya hukum dibagi menjadi lima bagian, yakni:
  • Legal Awareness yaitu aspek mengenai pengetahuan terhadap peraturan hukum yang dimiliki oleh masyarakat. Jadi teori hukum menyatakan bahwa ketika hukum ditegakkan maka mengikat. Menurut teori residu semua orang dianggap tahu hukum tapi kenyataannya tidak selamanya begitu, maka perlu adanya Legal Awareness.
  • Legal Acquaintance, (pemahaman hukum), yakni pemahaman masyarakat terhadap isi sebuah peraturan hukum atau mengetahui substansi dari undang-undang, Pemikiran hukum yang salah dapat mempengaruhi keberhasilan penegakan hukum (Lawrence M. Friedman).
  • Legal Attitude (sikap hukum).
  • Legal Behavior (perilaku hukum).

Berkaitan dengan budaya hukum, serta dengan bagaimana menciptakan budaya hukum yang sehat di masyarakat, maka akan sangat penting untuk membahas kepatuhan terhadap hukum.
  • Robert Biersted: penanaman kepatuhan secara sengaja (Indoctrination), pembiasaan perilaku (Habituation), pemanfaatan dari kaidah yang dipatuhi (Utility), penyesuaian terhadap kelompok tertentu (Group Indentification).
  • Herbert C. Kelman: patuh hukum karena ingin dapat penghargaan dan menghindari sanksi (Compliance), menerima karena seseorang berkehendak (Identification), menerima karena telah menemukan isi yang instrinsik atau sudah menemukan maksud dan tujuan (Internalization).

Berfungsinya sebuah hukum merupakan pertanda bahwa hukum tersebut telah mencapai tujuan hukum, yaitu berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup.
Satjipto Rahardjo


Komentar

Postingan Populer